Kamis, 07 April 2011

Fenomena Pendidikan

Reza Indah Pribadi (10-014)
Annisa Hazrina (10-030)
Agita Sarah (10-114)


Fenomena Homeschooling
http://ndal.wordpress.com /2007/05/17/fenomena-pendidikan-mereka-ramai-ramai-ke-homeschooling/
Homeschooling atau sekolah rumah sekarang kerap menjadi bahan perbincangan hangat disekitar kita. Ada yang karena sibuk, alas an ini berlaku bagi anak-anak yang bekerja seperti artis, seniman, karateka, dan lainnya. Ada yang karena alas an bullying, tidak mendapat lingkungan social yang baik, jenih dan alas an alas an lainnya. Namun apakah homeschooling ini berdampak cukup baik bagi psikologis seorang anak? Apakah cukup baik bagi perkembangan pendidikan kita?
Dari sumber yang ada, diberitakan seorang anak bernama Gagah mengalami ketidaknyamanan dengan sekolah formalnya. Ia berpindah ke homeschooling dan hasilnya memang lebih baik. Menurut orang tuanya kini Gagah lebih ceria dan kreatif, berani dan inovatif. Kedua orangtua Gagah kini sungguh mendukung pelaksanaan home schooling.
Dipandang dari psikologi pendidikan, homeschooling berdasar pada learner centered dan paham konstruktivisme. Dimana di homeschooling anak bebas menentukan mata pelajaran, mereka anak searching dan ini sudah bermain dengan e-learning. Diawasi oleh para tentor, mereka akan mencari dan mendapatkan informasi yang banyak dan lebih intense daripada anak sekolah formal. Mereka ujian dan ulangan lewat internet. Paham konstruktivisme dapat dilihat dari bagaimana anak yang dibuat menjadi aktif dan terarah. Kondtruktif artinya bersifat membangun, dengan keadaan serba sendiri anak akan membiasakan diri untuk belajar lebih mandiri dan membagun potensi yang ada selama ini yang kiranya tidak dapat tersalurkan secara maksimal disekolah formal.
Dari psikologi keluarga mungkin kurang baik karena anak tidak biasa mengahadapi banyak kejadian layaknya anak yang bersekolah formal. Anak anak homeschooling rata-rata akan menjadi lebih tergantung pada keluarga mereka karena keluarga adalah lingkungan social yang setiap saat ia temui. Anak juga akan kurang matang berhadapan dengan keluarga lain yang jauh karena ia kurang besosialisasi. Walaupun di homeschooling memang ada pertemuan sesekali , namun itu tidak mencukupi tugas perkembangan mereka untuk beradaptasi dan mengenal banyak karakter. Dari pamdangan lain, dukungan keluarga sangat mampu mensupport mereka yang mengalami traumatis disekolah formal. Dengan dukungan kelularga untuk homeschooling ini kepercayaan diri anak akan bangkit lagi , seperti cerita si Gagah.
Dari psikologi bimbingan sekolah teori asimilasi untuk informasi homeschooling yang masuk ,ini bisa digunakan. Orang tua Gagah mendapatkan informasi itu dan mencoba menyeimbangkannya dengan kehidupan si Gagah. Ternyata memang cocok homeschooling ini bisa mengurangi rasa ketidaknyamanan anaknya yang hadir setiap ia bersekolah formal.

Obsesi Jadi Juara Kelas
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/agar-anak-menjadi-juara/
Kalau dilihat dari sudut pandang psikologi pendidikan, anak ini memiliki motivasi yang tinggi. Motivasi merupakan suatu dorongan internal dalam diri yang mempengaruhi anak untuk berpikir, merasa dan bertindak. Ketekunan dalam diri anak membuat dia sangat antusias untuk menjadi sang juara. Dia juga memiliki motivasi internal. Dia ingin menjadi juara kelas karena memang dia ingin, bukan karena ada reward yang ia akan dapatkan ketika dia benar-benar mendapatkan tujuannya.
Dari pandangan pendidikan keluarga pun dia sangat beruntung. Ibunya seorang guru dan ayahnya seorang yang juga berpendidikan baik. Hal itu membuat proses pencapaian tujuannya semakin lancar. Dari psikologi keluarga ini merupakan hal yang sangat baik. Dia diberi disiplin yang benar-benar ia ikuti sehingga dapat mencapai obsesinya.
Bimbingan belajar dalam keluarga pun sangat berpengaruh. Dia didukung oleh cara didik kombinasi dari kedua orangtuanya. Diberi jadwal belajar yang sangat baik sehingga memudahkan proses belajarnya, walaupun sebenarnya memang dasar motivasinya yang baik. Bimbingan sekolahnya pun juga akan sangat berpengaruh. Di sekolah dia keinginan kuatnya ditangkap oleh sang guru yang juga sangat mendukungnya. Sampai-sampai dia dijadikan perwakilan sekolah untuk olimoiade sains. Itu akan meningkatkan keinginannya apalagi adanya suatu apresiasi yang sebenarnya tidak terlalu dipedulikannya karena sudah adanya motivasi internal tadi.

Murid ‘Menamai’ Guru
http://www.gadis.co.id/gaul/ngobrol/dosa.sama.guru/001/007/388
Dari psikologi pendidikan, sebenarnya hal yang paling mendasari anak 'menamai' gurunya adalah karena cara mengajar guru yang kurang berkenan, masalah pribadi dengan guru, juga bisa karena saking senangnya pada si guru. Julukan ini bisa saja dengan berbagai macam, ada yang baik ada pula yang jelek. Tergantung apa alasan ataupun imej yang selama ini melekat pada gurunya.Misalnya dia anak kesayangna gurunya, dia juluki gurunya Ibu sayang atau Bapak sayang, misalnya gurunya kejam dia panggil Nenek sihir. Bukankah ini suatu fenomena yang sering kita temui di lingkungan sekolah. Hampir tiap guru di sekolah ataupun dosen di kampus pasti punya 'nama cantik' nya masing-masing.
Psikologi pendidikan keluarga melihat ini sebagai kegagalan keluarga mendidik anak untuk lebih menghargai orang-orang sekitar. Guru mungkin pada awalnya tidak tahu mengenai hal ini, namun sepandai-pandainya kita menyimpan bangkai pasti akan tercium jua. Guru pasti akan mengetahui dan mengadu ke orangtua ataupun sebagainya.Ujung-ujungnya pasti berimbas ke keluarga juga bukan. Dibilanglah orangtuanya yang tidak becus mendidik anak, dibilang orangtuanya tidak memperhatikan anak, dan lain sebagianya.
Dari sudut psikologi bimbingan belajarnya sendiri, sebenarnya anak harus sering dibimbing di sekolah. Ada Bimbingan Konseling di sekolah yang sangat berguna untuk murid. Murid diarahkan untuk mengarahkan emosi dengan cara yang baik selain dengan 'menamai' guru nya. Walaupun nama yang diberi masih bagus-bagus saja seperti Ibu Cantik, dan lain-lain. Tapi tetap saja nama dari orangtua adalah nama yang paling baik untuk kita bukan?


Pendidikan Anak Indigo
http://riantipuspaandita.wordpress.com/2010/05/04/contoh-kasus-anak-indigo/
Anak Indigo adalah anak yang unik. Anak indigo juga biasanya disebuut dengan anak ungu,indigo jugalah sebutan untuk warna ungubiru. Anak-anak Indigo sebagai generasi yang dilahirkan saat ini, sebagian besar berumur 12 tahun atau lebih muda. Mereka berbeda. Mereka memiliki karakteristik yang sangat unik yang membuat mereka terlihat berbeda dari generasi anak-anak yang lain. Indigo sebagai sebuah sebutan menunjukkan warna aura yang mereka bawa, yang mengindikasikan adanya chakra “Mata Ketiga”, yang menunjukkan kemampuan Psychic dan ketajaman intuisi.Mereka adalah anak-anak yang umumnya tidak mudah diatur oleh kekuasaan, tidak mudah berkompromi, emosional dan beberapa diantaranya memiliki tubuh rentan, sangat berbakat atau berkemampuan akademis baik dan mempunyai kemampuan metafisis. Anak indigo ini memiliki sensitifitas yang sangat tinggi.
Anak indigo sering sekali dikatakan “anak aneh” padahal pada kenyataannya adalah mereka mempunyai sesuatu yang lebih dari anak-anak lain. Atau bahkan ada yang mengira anak indigo anak yang mempunyai roh-roh halus didalamnya padahal pada kenyataannya anak indigo mempunyai spiritualitas yg tinngi bukan berhubungan langsung dengan roh-roh halus. Bahkan ada yang mengira ini adalah sebuah penyakit.
Pendidikan yang seharusnya didapati anak indigo jika dilihat dari psikologi pendidikan adalah pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Seperti yang tertulis di atas bahwa anak indigo adalah sesosok anak yang unik. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan anak lain ini, jelas memerlukan peran pendidikan yang khusus pula. Misalnya dia lancer berbahasa Inggris dengan logat yang kental padahal dia tidak dibesarkan di lingkungan itu. Nah, jadi walaupun dia berkelebihan dalam bidang itu bukan berarti dia tidak harus sekolah, dia harus tetap sekolah karena anak itu masih dalam tahap berkembang. Peran orangtuapun cukup penting dalam hal ini. Anak- anak seperti ini tidak sedikit yang berkesusahan dalam beradaptasi dalam lingkungan. Banyak anak berbakat yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan sekolah sehingga mereka dikatakan bermasalah seperti terkena Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit Disorder) atau autisme.
Dalam psikologi pendidikan di pendidikan anak berkebutuhan khususlah anak indigo ini seharusnya ditempatkan karena anak indigo adalah anak yang “khusus” jadi pendidikan dan cara penyampaian pendidikannya harus tepat agar anak indigo merasa jauh lebih baik dan juga peran orangtua dalam mendidik serta penyesuaian diri di dalam lingkungannya sehari-hari.